Untuk Selfie, Ini Dia Kelebihan Oppo F1s

This slideshow requires JavaScript.

Masih cerita dibalik keseruan event Oppo Big Bekasi. Awalnya saya agak sangsi dengan kesaktian Oppo F1s untuk selfie. Apa bedanya dengan smartphone berkamera lainnya? Selfie kan hasilnya ya segitu-gitu aja, tidak ada sesuatu yang spesial.

Namun setelah ditangan dan dikutak katik kameranya, tagline Selfie Expert yang sengaja dijadikan tagline benar-benar dipertanggung jawabkan.

Memiliki resolusi 13 Mp untuk kamera belakang dan 16 Mp untuk kamera depan menjadikan Oppo F1s berbeda. Kemampuan kameranya dalam menangkap cahaya yang masuk patut diacungi jempol. Kameranya sangat sensitif menangkap cahaya.

Untuk kamera sekelasnya, bisa jadi resolusi 16 Mp adalah yang tertinggi. Ini belum lagi ditambah lensa aperture F2.0 dan 1/3.1inch yang bisa memastikan hasil selfienya lebih cihuy meski dalam suasana dan kondisi cahaya yang minim sekalipun.

Jika menggunakan kamera hp biasa seringkali hasilnya tidak tajam, sisi gelap sebuah obyek kerap terlihat. Ini terjadi lantaran cahaya yang masuk tidak rata. Sedangkan jika menggunakan F1s bisa diredusir dengan beberapa opsi.

Seperti fitur Beautify 4.0 yang jika digunakan memberi efek menghaluskan pada kulit wajah. Cahayanya rata untuk semua bagian wajah kita. Fitur ini memanfaatkan fokus face detection sehingga hasil foto wajah akan terlihat lebih cerah dan lebih terang. Tapi, hati-hati dengan fitur ini karena banyak yang merasa tertipu dengan hasil selfienya. Lebih indah dari aslinya. hehe…

Fitur Burst juga menjadi keunggulan Oppo F1s. Fitur ini memungkinkan penggunanya mengambil adegan yang bergerak secara cepat. Misalnya adegan olahraga yang membutuhkan banyak frame untuk mendapatkan gambar terbaik. Selama ini smartphone agak sulit mengimbangi kamera SLR lantaran tidak bisa digunakan mengambil momen yang terjadi begitu cepat. Jika momen diambil berkali-kali hasilnya tidak maksimal, ada momen yang terlewat. Nah, dengan burst hal ini bisa disiasati.

Saat user experience, saya dan Satto mencoba memanfaatkan fitur ini untuk memotret mainan (toys foto). Karena salah satu mainan tak bisa dibuat berdiri muncul ide iseng kami dengan menjatuhkan mainan dari ketinggian tertentu agar kami bisa mendapatkan adegan seolah berdiri. Hasilnya? Lumayanlah…

img20160915115140_3

“Ciaaat…” foto ini dibuat dengan memanfaatkan fitur Burst (foto dokpri)

Menurut saya fitur burst ini adalah kelebihan yang paling cakep dari F1s. Dan ini pastinya membuat para smartphone fotografer menjadi makin cinta dengan F1s.

Oppo F1s dan Selfie yang Membuat Bahagia

img_20160915_111935

Maskot Oppo (foto dokpri)

Selfie alias swafoto, konon kini menjadi kegiatan yang membuat banyak orang bahagia. Sebuah penelitian yang dilansir Psychology of Well-Being baru-baru ini membuktikan hal itu.

Menurut penelitian yang dirilis awal September 2016, selfie adalah kegiatan yang menyenangkan dan membuat bahagia. Karena saat selfie biasanya orang akan tersenyum, dan senyum menjadi salah satu indikator kebahagiaan.

Peneltian yang dibuat oleh YuChen dari Donald Bren School of Information and Computer Sciences di University of California-Irvine, mengungkap bahwa dengan selfie sambil tersenyum akan meningkatkan rasa percaya diri, kebahagiaan dan membuat orang lain menjadi senang.  Hasil foto selfie bisa menularkan kebahagiaan jika dilakukan sembari tersenyum.

Tapi akan lain ceritanya jika proses membuat foto selfie ini diiringi berbagai keribetan. Ambil contoh, pose yang sudah cakep dengan senyuman menawan bakal rusak gara-gara kita kesulitan menyentuh tombol kamera. Begitu tersentuh, pose sudah berubah dan hasilnya kurang maksimal.

This slideshow requires JavaScript.

Persoalan dengan selfie ini teratasi dengan hadirnya Oppo F1s. Kebetulan pekan silam saya sempat ikut dalam Oppo F1s Selfie Expert Community Experience yang merupakan kerjasama Oppo Indonesia dengan Arena LTE.

Saya bareng teman-teman dari Kelas Blogger dan media berkesempatan menjajal kecanggihan smartphone yang paling memanjakan para selfie mania ini.

Acara sendiri digelar di anjungan NTT Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Dan selama aktivitas di sini kami disupport jaringan internet berkecepatan tinggi Bolt 4G LTE.

Peserta dibagi dalam kelompok yang beranggotakan 2 orang. Kami diminta mengeksplor kelebihan Oppo F1s dari sisi fotografi kameranya.

Berbeda dengan smartphone sekelasnya, kamera Oppo F1s benar-benar memanjakan penggunanya. Dengan kamera belakang 13 Mp dan kamera depan 16 Mp, kamera ini jelas lebih memuaskan. Gambar-gambar yang dihasilkan lebih jernih dan alami. Hasil fotonya tajam setara hasil foto dengan kamera digital SLR.

Ada tantangan yang diberikan bagi peserta, yakni diminta membuat foto arsitektur/ bangunan, toys foto, serta video selfie. Untuk foto arsitektur peserta dibebaskan menggunakan semua anjungan yang ada di Taman Mini. Namun karena keterbatasan waktu, umumnya peserta hanya mengeksplor satu dua anjungan saja.

Sementara untuk sesi toys foto jadi satu sesi yang seru. Saya bersama Satto mencoba ‘menghidupkan’ toys dari karakter anime Jepang agar bisa terlihat ‘manusiawi’. Lumayan sulit membuat mainan berukuran mini terlihat hidup. Butuh eksplorasi ide yang lumayan memeras keringat.

Dan ini dia hasilnya…Cakep kan..

This slideshow requires JavaScript.

Terkait acara ini sendiri, menurut Aryo Meidianto, Media Engagement Oppo Indonesia, kegiatan community experience ini dimaksudkan sebagai cara pihaknya memberi kesempatan kepada komunitas merasakan langsung kelebihan Oppo F1s Selfie Expert. Sebagai brand yang tergolong baru dalam industri smartphone di Indonesia, Oppo merasa perlu merangkul banyak kalangan agar produknya tersosialisasi dengan baik.

Usai experience di Taman Mini, kegiatan kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi salah satu service center Oppo Indonesia yang ada di kawasan Sumarecon Bekasi. Peserta sempat bertanya-tanya mengapa Bekasi yang dipilih sebagai tempat kunjungan, di Jakarta kan banyak service center Oppo?

Rupanya ada alasan yang masuk akal mengapa kami dibawa ke Bekasi. Menurut data penjualan Oppo Indonesia, Bekasi adalah salah satu cabang yang performa penjualan produk Oppo F1s nya paling banyak. Sejak medio Agustus hingga September Oppo wilayah Bekasi sudah berhasil membukukan penjualan produk ini sebanyak 15 ribu unit. Wow.

Sebuah angka penjualan yang cukup fantastis untuk produk baru. Berkat pencapaiannya itu pula Oppo Indonesia memberi tagline Oppo Big Bekasi untuk mengingatkan bahwa wilayah ini memberi kontribusi luar biasa dalam hal penjualan.

Di Bekasi juga diberikan sejumlah apresiasi bagi pemenang lomba. Best architctural foto diberikan pada tim Kang Arul, best Toys Foto kepada tim Cahyanto, Best Video Selfie untuk Icha-Dede, best Socmed Junkie jatuh pada Hermini serta gelar fotografer favorit untuk Kang Dudi. Selamat….

Terima kasih Oppo dan Arena LTE yang sudah memberikan kesempatan saya dan teman-teman eksplorasi Oppo F1s.

Cegah Sejak Dini Atau Kehilangan Satu Generasi

Katakan tidak untuk narkoba! Say No to Drugs! Tulisan bernada himbauan dan ajakan ini kerap penulis jumpai di banyak tempat, entah itu di sekolah dari berbagai tingkat pendidikan, hingga tempat umum yang banyak dikunjungi anak dan remaja.

Sekilas tak ada yang salah dengan tulisan dua bahasa tersebut. Memang kedua kalimat itu sudah cukup familiar. Banyak anak dan remaja yang paham dengan maksud tulisan tersebut. Sayangnya masih banyak anggota masyarakat yang tergagap-gagap begitu diminta menjelaskan apa itu narkoba.

Ketika dijelaskan bahwa narkoba itu obat-obatan terlarang, anak-anak akan kembali ‘mengejar’ maksud pernyataan kita. Kalau terlarang kenapa harus dibuat? Nah, lho!

Saat mereka bertanya seperti apa narkoba? Bagaimana bentuknya? Bolehkah sebagai pengetahuan mereka memegang wujud benda tersebut? Saya sempat terdiam ketika diberondong pertanyaan semacam ini dari anak-anak.

Penjelasan yang paling mudah menurut saya bisa didapatkan melalui media massa. Di banyak media massa ataupun media baru seperti internet informasi mengenai apa itu narkoba banyak bertebaran. Sayangnya bahasa yang digunakan tidak cukup mudah dipahami oleh anak-anak. Sepertinya bahasa kampanye anti narkoba selama ini selalu menggunakan sasaran kalangan remaja yang secara intelegensia dianggap cukup ‘siap’ menerima informasi seperti narkoba.

Alhasil, informasi mengenai narkoba dalam bahasa anak-anak yang mudah dipahami sangat minim kita temui. Padahal anak-anak perlu diberikan pengetahuan dan pemahaman menyeluruh mengenai narkoba agar mereka tidak menjadi korban sejak usia dini.  Hanya memang konten informasi untuk tiap bagian usia mesti dibedakan. Tidak bisa digeneralisir dan disamakan untuk semua tingkatan usia.

Misalnya untuk anak Balita (di bawah lima tahun) penjelasan mungkin bisa disertakan gambar-gambar menarik penuh warna. Sementara bagi anak usia TK menggunakan permainan atau penjelasan yang lebih kompleks. Sedangkan bagi anak SD penjelasan bisa disertai contoh-contoh bahaya jika kita menyalahgunakan narkoba.

Kemasan Pesan Dibuat Menarik

Problema yang kerap dihadapi para aktivis dalam membuat pesan sebuah social campaign adalah kemasan pesan yang akan disampaikan seringkali tidak menarik, kaku. Bahasa yang digunakan cenderung resmi, tidak membumi, sehingga menyulitkan bagi khalayak komunikan sasaran.

Untuk membuat social campaign mengenai narkoba yang mengena pada khalayak sasaran dibutuhkan strategi terpadu. Pemahaman mengenai siapa khalayak yang akan dituju mesti dipahami.

Misalnya  pemberian pengetahuan tentang narkoba, hendaknya dilakukan berdasarkan tingkatan usia agar tepat sasaran dan dapat ditangkap dengan mudah oleh anak. Sebagai contoh untuk usia playgroup, anak-anak diajak untuk menghargai anggota tubuh sehingga mereka mengerti mana yang boleh dikonsumsi mana yang tidak, benda-benda mana yang beracun mana yang tidak, obat mana yang aman mana yang tidak.

Sedangkan untuk anak-anak 4 hingga 6 tahun dapat dilakukan dengan membuat skenario tentang semua hal yang berkaitan dengan narkoba.

Lalu untuk anak-anak pada usia 7 hingga 8 tahun dapat dijelaskan tentang dampak negatif dan positif obat-obatan untuk tubuh mereka.

Sementara bahasa social campaign mengenai narkoba bagi remaja juga  mesti disesuaikan berdasarkan tingkat usia mereka. Kalau perlu menggunakan bahasa gaul akan lebih mudah ‘masuk’ kedalam alam pikir anak muda. Pendek kata, buatlah kampanye anti narkoba dengan pendekatan bahasa yang paling mudah dipahami.

Misalnya seperti ini: “Yang asyik dan keren lebih banyak kok, kenapa sih mesti pilih narkoba? Udah mahal, bikin sakit, bikin masalah, tambah sulit, gak oke pula. Iya sih mungkin bener, kata orang-orang asyik. Tapi sesaat doang deh, Gak ada yang bisa dibanggain dan dimanfaatin buat masa depan, adanya ancur dah seancur-ancurnya.”

Bahayanya Narkoba Jika dikonsumsi Usia Dini

Para pengedar tak pernah habis akalnya. Ada saja yang mereka lakukan agar dagangan mereka laris manis dan mendapatkan mangsa meskipun harus mematikan tunas-tunas bangsa, mereka tak peduli. Tak hanya kepada para penderita broken home (berasal dari keluarga berantakan) narkotika itu ditawarkan. Dewasa ini, barang yang ‘menyebalkan’ itu diselundupkan pula kepada mereka yang waras dan bahagia. Mulai dikemas dalam bentuk permen sampai dimasukkan pula ke bolpoin yang sangat familiar dikalangan anak-anak sekolah. Secara sekilas tak ada orang yang mengetahui jika zat-zat adiktif itu telah berubah wujud menjadi benda-benda yang menarik dan berguna untuk sekolah dan bermain. Lalu orangtua mana yang akhirnya tak was-was?

Pada tahun 2011, terdapat sekitar 15.000 masalah penyalahgunaan narkotika yang mengakibatkan banyak usia muda meninggal dunia dengan sia-sia. Tidak hanya disebabkan oleh over dosis, penyebab kematian generasi muda yang berpangkal kepada narkoba diantaranya dikarenakan oleh AIDS dan penyakit penyerta lainnya seperti hati, ginjal, paru-paru, dan jantung.

Fakta yang mencengangkan, lebih dari 90% pelaku penyalahgunaan narkoba adalah kelompok usia produktif (usia 15 hingga 34 tahun). Dari para pelaku penyalahgunaan narkoba tersebut, 90% kelompok ‘pencoba pemakai’ adalah para pelajar. Sungguh miris. Kenyataan yang tak dapat dipungkiri pula, dari penelitian yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional, anak-anak di bawah usia 15 tahun memiliki resiko tertinggi sebagai penyalahguna narkoba. Sungguh mengerikan bukan? Pencegahan dan pembentengan sejak usia dini harus dilakukan, dan ini tentunya melibatkan peran serta aktif dari para orangtua untuk mewujudkannya.

Tidak hanya dari instansi pemerintah, tetapi juga kepedulian dari berbagai pihak termasuk peran aktif orangtua dalam mendidik anak agar tidak terjadi lost generation (generasi yang hilang) untuk mewujudkan masyarakat Indonesia bebas Narkotika pada Tahun 2015.

Banyaknya kasus penyalahgunaan narkotika salah satunya disebabkan adanya ‘dukungan’ keluarga. Bagaimana tidak? Komunikasi yang kurang efektif karena minimnya ketersediaan waktu orangtua terhadap anak membuat anak merasa tidak diperhatikan, lalu mencari sosok lain di luar rumah. Selain itu, keluarga yang tidak harmonis, buruknya tingkat disiplin dan ketiadaan keteladanan membuat anak bebas melakukan hal-hal sesuka hatinya, termasuk hal-hal yang negatif.

Banyak hal yang harus dilakukan dan diterapkan oleh orangtua untuk mencegah anak-anak mereka bersahabat dengan narkoba sejak dini, yaitu:
1. Orangtua sebagai panutan
2. Orangtua sebagai pembimbing dan pendidik
3. Orangtua sebagai tempat bertanya dan berdiskusi
4. Melibatkan diri dalam kegiatan anak
5. Membuat aturan keluarga yang jelas dan tegas
6. Mengembangkan nilai-nilai agama dalam keluarga
7. Menanamkan kedisiplinan
8. Membuat pola pengasuhan yang tepat
9. Menanamkan pola hidup sehat keluarga
10. Memberikan pengetahuan tentang narkoba

Pencegahan dan pengetahuan tentang bahaya narkoba memang harus dilakukan sejak dini oleh setiap keluarga di Indonesia. Karena keluarga adalah ujung tombak perkembangan anak. Sedangkan orangtua merupakan orang terdekat dan terpercaya pertama yang harus selalu menjadi panutan anak. Oleh karena itu, mari kita bersinergi, bergotongroyong, dan bekerjasama untuk mencegah dan memberantas narkoba. Jadi tidak hanya kamu, tapi juga aku, dia, mereka, dan semua harus peduli sejak dini.

 

Robby Geisha Divonis Penjara Karena Narkoba

Roby (rompi merah) di persidangan (sumber foto: liputan6.com)

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari Selasa (22/4) menjatuhkan vonis satu tahun penjara terhadap Robby Satria, terkait kasus narkoba yang menjeratnya. Gitaris band Geisha ini divonis bersalah oleh majelis hakim karena memiliki narkoba jenis satu yakni ganja. Menurut situs Liputan6.com, meski tak berkomentar banyak atas putusan majelis hakin tersebut Robby terlihat kecewa. Ia tak menyangka bakal menerima vonis berupa hukuman penjara.

Kuasa hukum Robby, John Hasyim mengaku terkejut dengan putusan majelis hakim. Karena tim pengacara sejak awal yakin kliennya bakal menjalani rehabilitasi dan bukan hukuman penjara. Atas putusan tersebut, pengacara mengatakan masih pikir-pikir. Putusan satu tahun penjara terhadap Robby sendiri sesungguhnya lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut Robby hukuman penjara 1 tahun 6 bulan.

Jika tak mengajukan banding pencipta lagu hits Lumpuhkan Ingatanmu ini bakal menghabiskan hari-hari ke depannya di dalam jeruji besi. Namun ia tak akan mendekam lebih lama di penjara karena hukumannya akan dipotong masa tahanan yang dilaluinya sejak Oktober 2013.

Robby sendiri dibekuk polisi 8 Oktober 2013 saat kedapatan membawa 5,1 gram ganja. Dari kamar kos Roby polisi juga menyita setengah lintingan ganja. Dalam persidangan Robby dituntut melanggar pasal 127 ayat 1-A Undang-undang Narkoba Tahun 2009.

Dekriminalisasi Amanat Konvensi Internasional

Putusan hukuman penjara terhadap Robby Satria ini menurut penulis bakal menuai pro dan kontra. Bukan karena putusan ini menimpa seorang pesohor namun lebih pada konsistensi penegakan hukum terhadap pengguna narkoba. Seperti diketahui belakangan ini tengah dikampanyekan upaya dekriminalisasi bagi para pengguna narkoba. Mereka yang diciduk polisi karena kedapatan menggunakan atau membawa narkoba akan menjalani masa rehabilitasi di tempat-tempat rehabilitasi resmi yang sudah ditunjuk pemerintah.

Itu artinya, sejauh pelaku kasus narkoba hanya seorang pengguna dan bukan pengedar atau Bandar narkoba, ia akan menjalani proses rehabilitasi. Karena pada dasarnya pengguna narkoba sejatinya adalah korban yang membutuhkan penyembuhan. Ia membutuhkan pertolongan medis untuk keluar dari ketergantungan dan kecanduannya dari barang haram narkoba.

Asumsinya, jika seorang pengguna narkoba dijebloskan ke penjara upaya penyembuhan atau menjauhkan si pengguna dari mata rantai narkoba bisa jadi akan mengalami kegagalan. Sebab bukan rahasia lagi bahwa tempat semacam lembaga pemasyarakatan rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. Para ‘alumnus’ lapas bukannya menjauh dari narkoba malah justru sebaliknya. Pergaulan dalam penjara yang keras serta godaan narkoba dari berbagai kalangan membuat seseorang yang berupaya lepas dari pengaruh narkoba akan mengalami kesulitan.

Sebelum ini Kepala BNN Komjen (Pol) Anang Iskandar dalam lokakarya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dengan tegas menyatakan, dekriminalisasi pengguna narkoba bisa menurunkan angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Menurut Anang Iskandar, apa yang selama ini terjadi yakni pengguna narkoba ditangkap dan masuk penjara adalah paradigma konvensional. Dan paradigma ini mesti diubah. Paradigma ini perlu dikoreksi dengan memberi tempat baru bagi pengguna, bukan dipenjara namun di tempat rehabilitasi.

Anang Iskandar menambahkan, kebijakan dekriminalisasi pengguna narkoba bukan kebijakan BNN yang mengada-ada atau diada-adakan. Namun itu merupakan amanat konvensi internasional hasil sidang PBB mengenai narkotika, di mana pengguna narkoba diberi alternatif penghukuman berupa rehabilitasi.

Sebagai salah satu negara anggota PBB Indonesia harus tunduk pada konvensi tersebut. BNN sendiri saat ini gencar mensosialisasikan upaya dekriminalisasi korban penyalahgunaan narkoba.Bahkan tahun 2014 ditetapkan oleh BNN sebagai “tahun penyelamatan” bagi pengguna narkoba dengan rehabilitasi medis, sosial dan pasca-rehabilitasi.

Edukasi mengenai hal tersebut terus disebarkan ke berbagai kalangan. Namun menurut Anang Iskandar, belum semua pihak memahami ‘maksud baik’ BNN tersebut. Masih banyak kalangan yang belum mengerti mengapa pengguna atau penyalahguna narkoba justru dimasukkan ke rehabilitasi dan bukan dihukum penjara.

Selain masyarakat biasa, soal dekriminalisasi menurut kepala BNN juga belum dipahami oleh aparat penegak hukum. Penegak hukum terkesan bingung ‘menyelesaikan’ perkara ini.

Dekriminalisasi Jadi Benturan Kepentingan?

Salah bentuk nyata kebingungan yang melanda aparat hukum terlihat dari putusan kasus narkoba yang menimpa gitaris Geisha, Robby Satrio. Putusan tersebut seolah ‘berseberangan’ dengan maksud BNN melakukan dekriminalisasi korban penyalahgunaan narkoba.

Inilah yang menurut penulis bakal menjadi benturan. Di satu sisi Badan Narkotika Nasional (BNN) tengah gencar mengkampanyekan upaya dekriminalisasi terhadap pengguna narkoba, namun di sisi berbeda para penegak hukum lainnya belum memiliki pemahaman yang setara.

Saya khawatir jika perbedaan paradigma antara penegak hukum ini masih terjadi bakal merusak tatanan dan upaya BNN untuk menyelamatkan para korban penyalahgunaan narkoba. Jangan sampai publik menilai ada tarik-menarik kepentingan diantara para pemangku kebijakan dalam penanganan narkoba. Pemangku kebijakan mesti satu kata dengan perbuatan, satu pemahaman dalam upaya menyelamatkan generasi muda dari pengaruh buruk narkoba.

Kita tentunya tidak ingin kehilangan satu generasi emas generasi muda akibat pengaruh penyalahgunaan narkoba. Jangan sampai kita menyesal nantinya memiliki generasi penerus yang tidak bisa dihandalkan lantaran banyak yang tercemar narkoba.

Pendidikan Terbaik Jadikan Indonesia Hebat

Pendidikan adalah kunci menuju kemajuan. Bangsa yang peduli pada pendidikan anak negeri akan memperoleh manfaat di kemudian hari. Penguasaan pada teknologi atau meningkatnya kesejahteraan ekonomi adalah sebagian dampak pedulinya kita pada pendidikan bangsa.

Memang bukan persoalan mudah memberikan pendidikan yang merata bagi warga di seluruh penjuru tanah air. Namun bukan pula hal yang sulit menjadikan pendidikan sebagai sektor yang menguntungkan bagi masa depan Indonesia. Menjadikan Indonesia Hebat bisa dilakukan melalui pendidikan.

Yang pertama harus dilakukan adalah menginventarisir persoalan terlebih dulu. Pendidikan macam apa yang menjadi kebutuhan, baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah dan jangka panjang.

Dalam jangka pendek, berikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak-anak untuk menempuh pendidikan. Apa yang dilakukan pemerintah sekarang yang menetapkan wajib belajar hingga sekolah menengah mesti ditingkatkan. Jika selama ini pendidikan hanya bisa dinikmati mereka yang punya akses luas di perkotaan, nantinya mereka yang tinggal di desa, daerah pedalaman dan daerah perbatasan mesti diberikan kesempatan lebih luas.

Mengapa anak-anak ? Karena anak-anak sesungguhnya adalah kalangan yang paling berhak mendapatkan pendidikan. Di tangan mereka lah masa depan Indonesia akan ditentukan. Memberikan biaya pendidikan gratis adalah salah satu caranya.  Akses pada dunia pendidikan mesti dibuka seluas mungkin bagi anak-anak, siapapun mereka. Terutama anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi.

Meski gratis, pendidikan tetap diurus dengan sungguh-sungguh. Negara harus memberi dukungan penuh pada penyediaan dana, sarana dan prasarana pendidikan. Bukan hanya gedung secara fisik, tetapi juga pengembangan kurikulum, penyediaan peralatan sekolah, hingga buku.

Akses beasiswa juga harus dibuka seluas-luasnya. Beri kesempatan anak-anak bangsa mendapatkan kesempatan beasiswa ke berbagai sekolah maupun perguruan tinggi berkualitas di dalam maupun luar negeri.

Kerjasama dengan berbagai lembaga pemberi beasiswa juga mesti dibuka. Bahkan kalau perlu semua perusahaan yang beroperasi di Indonesia diwajibkan memberi beasiswa pada putra-putri terbaik bangsa.

Baru-baru ini Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pengembangan (OECD) merilis proyeksi mereka mengenai pendidikan di dunia. Indonesia diproyeksikan bakal menjadi negara dengan jumlah sarjana muda terbanyak kelima paling lambat pada tahun 2020. Ini artinya jumlah sarjana Indonesia akan mengalahkan jumlah sarjana dari negara-negara Eropa. JIka tahun 2012, Indonesia menyumbang empat persen sarjana berusia 25-34 dari 129 juta mahasiswa di seluruh negara anggota G-20.  Maka tahun 2020 Indonesia diproyeksi bakal memberi kontribusi sebesar 6 persen.

Jumlah sarjana yang besar saja memang bukan jaminan untuk menjadikan Indonesia Hebat. Mutu lulusan juga diharapkan meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dukungan pemerintah dan dunia swasta perlu terus dilakukan, misalnya untuk pengembangan ilmu dan teknologi yang bisa diterapkan dalam industri. Riset perguruan tinggi bakal jadi kunci menuju terciptanya Indonesia Hebat.

Perguruan tinggi akan dipacu dan memacu diri menjadi lembaga terdepan dalam hal riset. Dan hasil riset bisa digunakan kalangan industri sebagai bahan pengembangan industri mereka. Konektivitas antara industri dan perguruan tinggi nantinya diharapkan bisa memecahkan persoalan pengangguran lulusan perguruan tinggi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) ada 610 ribu orang pengangguran intelek yang berasal dari lulusan perguruan tinggi dari total 7,17 juta pengangguran terbuka di tanah air. Jumlah ini adalah masalah bersama yang perlu dipecahkan. Dengan meningkatkan sinergi antara dunia pendidikan dengan industri diharapkan angka pengangguran ini dapat dikurangi.

Saya optimis dengan kemajuan negeri ini. Melalui pendidikan kita masih bisa menggapai banyak mimpi memajukan negeri. Karena pendidikan adalah investasi jangka panjang yang bisa menjadi ukuran kemajuan sebuah bangsa. Dengan menggerakkan langkah bersama melalui pendidikan mari kita jadikan Indonesia Hebat.